Badan Usaha Milik Negara (BUMN) gula se-Indonesia
menargetkan produksi sebesar 1,8 juta ton pada tahun ini. Target tersebut
meningkat sekitar 20 persen dibanding realisasi produksi 2013 sebesar 1,5 juta
ton. Direktur Utama PT PTPN X (Persero) Subiyono mengatakan, untuk mencapai
target tersebut adanya pengetatan dalam pola tanam. Yakni, Pola tanam awal,
tengah dan akhir.
BERITA REKOMENDASI Banyak Permasalahan, Menteri
Andrinof Sebut Swasembada Gula Jauh Wapres JK Mimpi Bangun 11 Pabrik Gula Ratusan
Tahun, Blora Baru Punya 1 Pabrik Gula "Biar bahan baku tebu memenuhi syarat manis, bersih, segar
(MBS)," kata Subiyono saat Rapat Koordinasi BUMN Gula: Evaluasi Giling
2013 dan Persiapan 2014, Surabaya, Kamis (13/2/2014). Subiyono berharap masa
giling pada tahun ini dan tahun-tahun mendatang bisa semakin pendek dengan
kapasitas yang optimal. Idealnya musim giling berjalan 160 hari. Jika musim
giling bisa 160 hari dengan kapasitas yang optimal, bisa menghilangkan biaya
tinggi saat panen karena bisa menghindari hujan. Ia juga mengatakan, tantangan
lainnya yang harus dijawab adalah pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEA pada
tahun 2015. Di mana, perdagangan bebas antarnegara ASEAN akan diimplementasikan.
Hal ini mengharuskan PG di Indonesia untuk terus berbenah guna memenuhi ekspektasi
konsumen yang semakin tinggi, seperti produksi gula yang higienis dan memenuhi
SNI. "PG-PG di seluruh Indonesia juga harus menurunkan biaya pokok
produksi agar lebih kompetitif. Di PTPN X biaya pokok produksi berkisar Rp6.000
per kilogram atau terendah di antara BUMN gula," katanya. Selama tahun
2013, PTPN X mencatat ada lima PG yang memiliki produkvitas tertinggi, antara
lain, PG Krebet Baru II dengan produktivitas gula 7,10 ton/hektar, PG Sragi
dengan produktivitas gula 7,09 Ton/hektar, PG Ngadirejo dengan produktivitas
6,82 Ton/Hektar, PG Krebet Baru dengan 6,75 Ton/hektar dan terakhir adalah PG Pesantren
Baru dengan 6,75 Ton/Hektar. Kata Subiyono, di tahun 2014 ini, pabrik gula juga
harus makin efisien agar bisa menekan biaya pokok produksi, sehingga petani dan
PG sama-sama untung. Secara sederhana, efisiensi proses produksi mudah diukur
dari kemampuan pabrik dalam menghasilkan ampas yang merupakan limbah padat
tebu. "PG yang bisa menghasilkan ampas tebu secara optimal berarti proses
gilingnya lancar. PG yang bisa menghasilkan ampas tebu juga menunjukkan bahan
baku tebunya berada pada fase pemanenan yang tepat alias sudah tua
(masak)," tambahnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar