Ribuan warga Kecamatan Sragi, Kabupaten Pekalongan,
Senin (30/5) kemarin tumpah ruah di Jalan Raya Sragi untuk menyaksikan
selamatan giling 2015. Kendaraan yang ingin melalui jalur tersebut terpaksa
harus memutar balik mencari jalan lain. Selamatan giling yang merupakan acara
ritual para petani tebu dan karyawan Pabrik Gula (PG) Sragi dalam menghadapi
masa giling, kemarin, dimulai pukul 06.00. Ribuan warga sudah memadati jalan yang
menuju ke PG Sragi yang menjadi pusat kegiatan. Selamatan giling diawali dengan
arak-arakan pengantin yang terbuat dari tepung terigu dan berbagai macam
sesajen, seperti bahan makanan dan kepala kerbau. Warga berjubel menyaksikan arak-arakan
di sepanjang jalan menuju ke PG Sragi.
Sesampai di pabrik gula, pasangan
pengantin terigu yang diberi nama Abdul Jhalil & Khotijah, ‘pengantin’ yang dinikahkan lalu digiling. Ternyata tidak hanya
manusia yang dinikahkan, boneka manusia yang terbuat dari tepung atau glepung
dalam bahasa Jawa, juga bisa dinikahkan. Mereka juga diperlakukan sama seperti
pasangan pengantin manusia pada umumnya. Pernikahan pengantin tepung ini
merupakan salah satu dari rangkaian acara Pesta Giling, sebuah acara
tradisional tahunan yang diselenggarakan di Sragi, Pekalongan, Jawa Tengah.
Pesta Giling ini digelar dalam rangka memperingati masuknya musim produksi sebuah
pabrik gula yang berada di Kota Batik. Pabrik gula Sragi namanya. Pabrik Gula
Sragi merupakan warisan peninggalan zaman Belanda yang berdiri sejak tahun 1928
dan masih beroperasi hingga sekarang. Meskipun masa produksinya hanya berkisar 5-6 bulan per tahunnya, pabrik yang sudah berusia lebih
dari 87 tahun ini masih aktif hingga saat ini. Pabrik Sragi biasanya memulai
masa produksi pada bulan Mei dan berakhir pada bulan September atau Oktober. Untuk
memulai masa produksi, diadakanlah acara tradisi Pesta Giling, yang sudah dilaksanakan
secara turun temurun sejak zaman nenek
moyang. Pesta Giling tersebut dimaksudkan
untuk persembahan guna kelancaran dan kesuksesan proses produksi Pabrik Gula
Sragi. Hingga saat ini, masyarakat sekitar masih sangat antusias dalam
menyambut event tahunan itu, bahkan acara tersebut dianggap menjadi hiburan
tahunan terbesar. Karenanya tak jarang
wisatawan asing ikut meliput tradisi budaya kebanggaan kabupaten
Pekalongan itu. Aby, salah seorang warga setempat menuturkan, bahwa acara
tahunan itu dimulai dengan pemetikan beberapa tebu untuk kemudian diarak
bersama sebagai simbolis dimulainya panen tebu untuk siap diproduksi menjadi
gula. Tebu sebagai bahan baku gula diarak dengan diiringi kirab budaya yang
meliputi, barongan, genderuwo, musik gamelan, beserta hiburan pendamping
lainnya. Arakan tersebut lalu akan berjalan sepanjang jalan sekitar satu
kilometer lebih dan diikuti deretan masyarakat yang ikut meramaikan suasana. Arak tersebut kemudian akan berjalan menuju ke tempat
untuk persinggahan semalam, sebelum keesokan harinya dipertemukan dengan “pengantin glepung”. Di persinggahan, rombongan arak-arakan akan disambut
oleh beberapa petinggi pabrik gula beserta sesepuh adat untuk didoakan dan
seremonial lainnya. Pengantin glepung/tepung adalah sepasang boneka yang
bentuknya menyerupai manusia asli, lengkap dengan nama, pakaian pengantin serta berpasangan, kedua boneka itu terbuat dari bahan dasar
tepung. Nantinya tebu hasil petikan beserta pengantin glepung
tersebut akan digiling bersama sebagai simbol dari awal proses produksi gula. Malam harinya
pun makin meriah dengan berbagai hiburan yang ada, dari wayang, bazar, hiburan anak
hingga dewasa, juga bermacam permainan. Karena malam tersebut adalah malam puncak acara.
Jalanan bagai samudera manusia, tumplek blek.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar